9 Januari 2011

Great Vision

Manusia telah terlalu kronis terperangkap dalam akal materinya, sehingga segala sesuatu terukur dalam perspektif material. Mulai dari berpikir hingga berinteraksi terberat dalam ruang waktu alam semesta. Seluruhnya diukir dalam memorinya tanpa menyadari sama sekali bagaimana hakikat dari seluruh eksistensi apapun yang berjalan di otaknya itu berlangsung. Otak bermain penuh dalam langgam persepsi yang unik dan harmonis. Setidaknya terdeteksi harmonis dalam ruang lingkup visi manusia.

Hidung membau harum hingga busuk, padahal dia tahu otak sama sekali kosong dan tidak berbau seperti yang dibayangkan. Mata melihat dari hal-hal yang indah hingga menakutkan, tetapi dia sadar bahwa di dalam otaknya tidak pernah didapati pemutar video atau penghasil gambar, sama sekali kosong. Telinga mendengar lagu mendayu ataupun memekakkan, tetapi sebenarnya otak hanyalah seonggok protein yang hening tanpa satupun suara di dalamnya.

Lantas, bagaimana persepsi manusia berlangsung? Hakikat dari semua yang dirasakan oleh manusia adalah ketiadaan. Ketiadaan yang kemudian diciptakan oleh Tuhan menjadi ada dalam ruang persepsi manusia. Bahkan tubuh manusia dan bentuk atau susunan otak manusia sendiri merupakan gambaran persepsi yang mungkin hanyalah sebagian kecil dari keagungan ciptaan Tuhan. Demikian rapinya Tuhan membentuk persepsi umum manusia, mulai dari hal-hal simpel seperti rasa haus-lapar, terkejut, takjub ataupun hal besar seperti hukum digdaya dinamika alam semesta.

Mari kita per-simpel secara kolektif ke dalam diri kita masing-masing. Pernahkan kita terpikirkan bahwa semua yang ada di sekeliling kita adalah bahan ujian untuk persepsi kita sebagai manusia? Ayah, Ibu, Istri, anak-anak yang manis, ruang dan teman kerja, lingkungan, rumah, taman, jalan serta mobil... Juga semua struktur alam semesta terpusat pada satu titik. Aku! (baca; Anda) Bayangkan bahwa alam semesta adalah satu lingkaran besar sedangkan anda adalah pusatnya. Semuanya sedang melihat anda meskipun anda sedang sendirian saat ini.  Atau yang lebih ekstrim lagi, karena andalah hakikat segala segala eksistensi diciptakan bermula dari sekeliling yang anda lihat pada saat pertama kali membuka mata, lalu meluas menjadi indahnya pagi, bermain bersama teman, bersekolah, bekerja, beristri, memahami negara dan planet ini, lebih jauh lagi alam raya yang sangat luas jangkauannya, kemudian anda mulai heran, apakah mungkin kita sesungguhnya sendirian karena semua hal mengerucut kepada anda, melihat anda hanya untuk ujian anda. Bayangkan orang-orang berbisik dibelakang anda, "hooohoho dia ternyata hanya sebegini, sebegitu, ini dan itu", dan itulah hasil verbal dari ujian anda.

Rasakan ketika anda berdiri di satu tempat hingga anda melihat kepada orang lain dan banyak komunitas, di mana anda merasa bahwa meskipun semua seolah berjalan sendiri-sendiri, berbicara pada orang selain anda dan tidak pernah memperhatikan anda, namun sebenarnya adalah mereka semua "melihat" ke arah anda? Menguji anda dan semua menjadi satu kajian utuh dari sebuah testimoni kemanusiaan anda, persepsi anda?

Film Matrix merupakan sindiran keras bahwa manusia selama ini telah disibukkan oleh persepsi universal yang bahkan akhir-akhir ini dipertanyakan otentisitasnya.
So, bagaimana sekarang persepsi anda tentang "Persepsi Anda" selama ini?

Ketika anda benar-benar memahami tentang persepsi di diri anda dan persepsi alam ini, mungkin anda saat itu sudah mampu menyebrang sungai tanpa rakit, pergi lintas benua tanpa pesawat, menaklukkan hal yang mengerikan menjadi hal-hal indah, melakukan hal luar biasa, dan kepatuhan absolut kepada Yang Maha Indah. Karena tahu bahwa kesemuanya berawal dari "Tangan"-Nya. Juga karena memahami bagaimana menjadi manusia sempurna, manusia tanpa ikatan terhadap alam dunia, menjadi manusia hamba yang sesungguhnya...

0 komentar:

Posting Komentar