SEKITAR PUKUL dua belas siang kurang sedikit. Matahari bersinar gahar ketika saya baru sampai di stasiun Depok Baru, beberapa waktu lalu. Setelah membeli karcis Kereta Listrik (KRL) kelas Ekonomi, saya langsung menuju peron tunggu, tepatnya di rangkaian pemberangkatan Jalur I tujuan Jakarta Kota. Dalam duduk itu, seraya membaca koran Media Indonesia yang harganya sangat merakyat itu, kulihat pemandangan yang sungguh sungguh sangat menggetarkan hati ini.
Ketika itu, kusaksikan seorang ibu tua menggendong semacam keranjang berisi rupa rupa jajanan kecil seperti permen, tisu, pulpen, dan berbagai merk rokok batangan. Ibu itu berkeliling dari sudut ke sudut, dari kursi ke kursi. Seperti tak ada lelahnya. Ia juga sesekali mendatangi langsung calon penumpang yang duduk kursi besi permanen stasiun untuk menawarkan jualannya.
"Ayo, bu, pak. Yang belum, yang belum. Ayo siapa lagi. Permennya, pak," itulah kata yang acap kali diujar berulang-ulangnya, ke mana mana, penuh optimisme. Ia juga sigap sekali. Sedikit saja mata calon penumpang kereta siang itu melirik ke keranjang, si ibu akan merespon dengan cepat menanyakan apa yang dibutuhkan. Agresifitas yang tak pamrih.
Di sudut pandang yang lain, tampak segerombolan anak muda, kurang lebih berumur 20 tahun ke atas, berkeliling ke sana kemari berteriak menawarkan berjenis koran harian terbitan ibu kota. Juga, tak pernah lelah mereka saling berburu naik turun kereta yang berhenti bongkar muat penumpang, untuk sekedar menawar korannya dengan harga murah itu.
Yang juga menggetarkan, siang yang terik itu, tampak juga kakek renta yang sudah bungkuk. Ia terlihat mengecek semua tong sampah yang ada di lokasi stasiun. Diintipnya dalam dalam setiap tong, kemudian dikoreknya beberapa gelas kemasan plastik bekas yang kemudian dimasukkan karung yang dikait di pinggangnya. Saya melihat, semua orang orang itu bekerja dengan giat sekali.
Dari pemandangan maujud itu, saya dan mungkin kita semua kemudian akan merenungkan. Sungguh luar biasa orang orang seperti mereka, terlepas tentang jenis koran apa yang mereka jajakan, juga terlepas berbagai merk rokok yang mereka supply, dan untuk apa penghasilan penghasilan itu kemudian mereka manfaatkan. Tetap pada intinya mereka adalah para manusia yang telah berusaha mengais rejeki halal di atas bumi Tuhan ini, bumi yang yang bisa kita simpulkan tengah berada di "genggaman" sekelompok orang rakus lagi serakah yang ada di atas sana.
Dalam setiap ritme perjalanan kemandirian orang orang yang sering disemat dengan sebutan "orang keci", kita sesungguhnya mendapatkan bergumpal gumpal hikmah dan pembelajaran yang bisa dituai untuk kemudian kita jadikan cemeti menggencarkan spirit berdikari kita yang selama ini sering direcoki dengan laku permissif dan pesimis. Disanalah kita belajar tentang etos kerja, tentang kecintaan terhadap karir, tentang hidup yang tak pernah lepas dari goncangan.
0 komentar:
Posting Komentar